Jumat, 25 Maret 2011

Orang Dewasa vs Anak (dalam Belajar)

"Setelah beberapa hari mengikuti kegiatan ini, saya semakin bingung. Pengetahuan saya tentang apa yang menjadi pokok pembicaraan menjadi kabur, semakin tidak jelas, saya semakin bodoh". Begitu keluhan beberapa orang teman setelah mengikuti sebuah workshop pengembangan kurikulum yang dilakukan di daerah.

Equilibrium (gambar: denissomoso.com)
 Orang dewasa susah untuk diajak berubah jika keyakinan akan sesuatu telah terpatri cukup lama didalam otaknya, dan ini melahirkan sebuah fanatisme. Setidaknya itu yang dapat saya tangkap dari berkomunikasi dengan teman-teman peserta sehingga lahirlah anggapan ‘tidak dapat berubah’ walaupun ilmu yang dibicarakan dalam kegiatan itu adalah hasil dari sebuah perubahan serta pembawaan materi dengan mempertimbangkan prinsip belajar orang dewasa (andragogi). Dalam pendidikan orang dewasa kurikulum dibangun berdasarkan kebutuhan dan minatnya sedangkan sumber nilai yang paling tinggi dalam pendidikan orang dewasa adalah belajar dari pengalaman. Jadi jangan heran bin kaget jika Anggota Dewan Yang Terhormat ngotot untuk melancong ke negeri orang dengan dalih Studi Banding, mencari pengalaman karena (mungkin) asumsi inilah yang melandasinya (catatan: jika mereka telah dianggap dewasa). Wow!!

Bagaimana dengan anak-anak? Bagi yang sering bergelut dengan pendidikan formal, telah banyak mengenal teori-teori belajar yang telah dikembangkan. Sejak dulu mengubah keyakinan atau bagaimana anak memperoleh pengetahuan, menyimpan pengetahuan, dan mentransformasi pengetahuan itu akan sesuatu hal telah diteliti, salah satunya oleh Piaget. Menurut Piaget bahwa perkembangan kemampuan intelektual manusia terjadi karena beberapa faktor yang mempengaruhinya, salah satunya adalah penyeimbangan (equilibration). Jika kita memperoleh informasi baru dan membuat kita bingung seperti teman saya itu berarti terjadi penyeimbangan dalam struktur kognitif otaknya, yaitu proses struktur mental kita kehilangan keseimbangan sebagai akibat dari adanya informasi, pengetahuan dan pengalaman-pengalaman baru. Pengetahuan lama kita tentang sesuatu hal menjadi goyah karena adanya informasi baru yang berkaitan dengan sesuatu hal itu, kemudian berusaha untuk mencapai keseimbangan baru dengan melalui proses asimilasi dan akomodasi.  

 

Asimilasi adalah proses dimana informasi-informasi dan pengalaman-pengalaman baru ‘diserap’ (dimasukkan) ke dalam struktur kognitif kita, sedangkan akomodasi adalah penyesuaian pada struktur kognitif kita sebagai akibat dari adanya informasi, pengetahuan dan pengalaman-pengalaman baru yang diserap. Adaptasi merupakan keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi. Jika dalam proses asimilasi seseorang tidak dapat mengadakan adaptasi, maka terjadi ketidakseimbangan (disequilibrium). Akibat ketidakseimbangan ini terjadi akomodasi, dan struktur yang ada mengalami perubahan atau timbul struktur baru, barulah terjadi equilibrium. Setelah terjadi equilibrium, seseorang berada pada tingkat kognitif yang lebih tinggi dari sebelumnya dan mampu beradaptasi dengan lingkungannya. Disinilah peran guru atau orang tuanya.

Olehnya itu, jika anak menunjukkan perubahan perilaku positif atau berada pada tingkat kognitif yang lebih tinggi dari sebelumnya dan mampu beradaptasi dengan lingkungannya dalam arti telah menunjukkan perilaku atau telah mengetahui pelajaran yang diberikan kepadanya, sesegera mungkin kita memberikan penguatan berupa memberikan pujian atau penghargaan agar pengetahuan baru tersebut sesegera mungkin pula tertanam pada dirinya.

Semoga bermanfaat.

Sumber Bacaan: 1) Teori Belajar Kognitif dan 2) Andragogy.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar anda